Friday, August 26, 2016

Pemuda, Bangkitlah!

Pemuda adalah tulang punggung bangsa. “Nations cannot be reformed without the reformation of the youth,” sabda Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad. Adalah benar bahwa perubahan bangsa berada di tangan pemuda. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan pemuda menjadi tombak perjuangan nasional, seperti : Budi Utomo, Sumpah Pemuda, dan Perhimpunan Indonesia.

Maril kita tinjau keadaan pemuda saat ini. Jika saya katakan bahwa nasionalisme pemuda saat ini tengah memudar, anda pasti akan mengatakan setuju. Pudarnya nasionalisme menunjukkan
ketidaksiapan suatu generasi dalam membangun generasi selanjutnya di tengah perkembangan peradaban dunia.

Pemikiran kita umumnya mengakui bahwa pemerosotan ini adalah ulah dari globalisasi. Kalau kita menyalahkan sepenuhnya pada globalisasi, itu juga merupakan suatu kemajuan toh? Hal yang seharusnya diperhatikan adalah bagaimana menyikapi kemajuan itu, menjaga diri dari pengaruh negatifnya, dan mempertahankan nilai-nilai penting dalam bangsa.

Ada salah satu contoh potret buram kondisi pemuda saat ini. Pada tanggal 17 Agustus 2016 lalu, seorang pemuda A bertanya kepada pemuda B, “Apakah anda hafal lagu Satu Nusa Satu Bangsa?” B menjawab, “Aduh, lupa he.” Melestarikan lagu-lagu perjuangan saja sangat jarang kita temukan. Lagu-lagu itu hanya tinggal tulisan.

Apabila hal esensial ini terus memudar, apa yang anda bayangkan lima tahun kedepan, sepuluh tahun kedepan, dua puluh tahun kedepan? Entah. Tak terbayangkan.

Inti dari nasionalisme adalah bahwa kita sadar akan diri kita adalah bangsa Indonesia yang dahulu telah diperjuangkan untuk merdeka & bersatu; memiliki semangat membangun. Kebanyakan yang perlu dibenahi adalah bahwa sekolah hanya mengajakan apa definisi nasionalisme, bukan menyadarkan diri akan nasionalisme itu sendiri.

Untuk menumbuhkan kembali nasionalisme pemuda – terutama generasi selanjutnya – sangat diperlukan peran dari berbagai pihak. Mulai dari keluarga hingga pemerintah. Ya, dari aspek manapun harus ada andil dalam upaya ini.

Menumbuhkan nasionalisme dimulai dari pendidikan dini, yaitu keluarga. Karena dalam satu hari, seseorang menghabiskan waktu paling banyak di lingkungan keluarga. Selain itu pendidikan keluarga memiliki pengaruh dasar yang kuat dalam pembentukan karakter seseorang.

Ada satu upaya yang perlu dikritisi dalam hal pendidikan, yaitu menjadikan sejarah sebagai sesuatu yang menarik. Mengapa? Karena pemuda zaman sekarang itu buta sejarah. Sebuah pertanyaan besar sebagai bukti yang ditujukan kepada para pemuda, “Masih adakah yang berminat untuk belajar sejarah?”

Suatu hal yang lumrah jika sesuatu itu tidak menarik sedikit pun, seseorang enggan untuk memerhatikannya. Begitu pula sejarah, terasa membosankan sehingga sangat sedikit yang menghiraukannya. Sedangkan ucapan proklamator kita, “Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah.” Ini berarti bahwa sejarah merupakan pengalaman berharga yang jangan sampai terlupakan.

Karena sejak dahulu sejarah hanya mengajarkan hafalan tanggal, kita perlu membenahi apa yang seharusnya kita mendapatkan intinya. Salah satu caranya adalah dengan menjadikannya sebuah cerita sebab – akibat. Sehingga kita tahu bahwa dahulu itu begini, dahulu itu seperti itu. Karena konteksnya cerita, sejarah akan menarik dan mudah diingat. Akibatnya, sejarah akan meresap.

Kemudian, sejarah akan menunjukkan bahwa peristiwa masa lalu itu memiliki arti penting. Sejarah sangat memengaruhi keadaan saat ini maupun yang akan datang. Sehingga sejarah akan dianggap penting untuk dipelajari.

Dengan demikian, seseorang memiliki hasrat untuk mempelajari sejarah, lalu muncul hasrat untuk menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Karena kata pepatah, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya.” Apabila nilai ini tertanam pada setiap pemuda, nasionalisme pasti mengakar kuat pada pribadi pemuda.

Pemuda, bangkitlah!




Referensi :



Wikipedia, 2016, Khuddam-ul Ahmadiyya, https://en.wikipedia.org/wiki/Khuddam-ul_Ahmadiyya, diakses pada 25 Agustus 2016

No comments: