Pemuda adalah tulang punggung bangsa. “Nations cannot be reformed without the reformation of the youth,”
sabda Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad. Adalah benar bahwa perubahan bangsa
berada di tangan pemuda. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan pemuda menjadi tombak
perjuangan nasional, seperti : Budi Utomo, Sumpah Pemuda, dan Perhimpunan Indonesia.
Maril kita tinjau keadaan pemuda saat ini. Jika saya katakan bahwa
nasionalisme pemuda saat ini tengah memudar, anda pasti akan mengatakan setuju.
Pudarnya nasionalisme menunjukkan
ketidaksiapan suatu generasi dalam membangun generasi selanjutnya di tengah perkembangan peradaban dunia.
ketidaksiapan suatu generasi dalam membangun generasi selanjutnya di tengah perkembangan peradaban dunia.
Pemikiran kita umumnya mengakui bahwa pemerosotan ini adalah ulah dari
globalisasi. Kalau kita menyalahkan sepenuhnya pada globalisasi, itu juga
merupakan suatu kemajuan toh? Hal yang seharusnya diperhatikan adalah bagaimana
menyikapi kemajuan itu, menjaga diri dari pengaruh negatifnya, dan
mempertahankan nilai-nilai penting dalam bangsa.
Ada salah satu contoh potret buram kondisi pemuda saat ini. Pada tanggal
17 Agustus 2016 lalu, seorang pemuda A bertanya kepada pemuda B, “Apakah anda
hafal lagu Satu Nusa Satu Bangsa?” B menjawab, “Aduh, lupa he.” Melestarikan
lagu-lagu perjuangan saja sangat jarang kita temukan. Lagu-lagu itu hanya
tinggal tulisan.
Apabila hal esensial ini terus memudar, apa yang anda bayangkan lima
tahun kedepan, sepuluh tahun kedepan, dua puluh tahun kedepan? Entah. Tak
terbayangkan.
Inti dari nasionalisme adalah bahwa kita sadar akan diri kita adalah
bangsa Indonesia yang dahulu telah diperjuangkan untuk merdeka & bersatu;
memiliki semangat membangun. Kebanyakan yang perlu dibenahi adalah bahwa
sekolah hanya mengajakan apa definisi nasionalisme, bukan menyadarkan diri akan
nasionalisme itu sendiri.
Untuk menumbuhkan kembali nasionalisme pemuda – terutama generasi
selanjutnya – sangat diperlukan peran dari berbagai pihak. Mulai dari keluarga
hingga pemerintah. Ya, dari aspek manapun harus ada andil dalam upaya ini.
Menumbuhkan nasionalisme dimulai dari pendidikan dini, yaitu keluarga. Karena
dalam satu hari, seseorang menghabiskan waktu paling banyak di lingkungan
keluarga. Selain itu pendidikan keluarga memiliki pengaruh dasar yang kuat
dalam pembentukan karakter seseorang.
Ada satu upaya yang perlu dikritisi dalam hal pendidikan, yaitu
menjadikan sejarah sebagai sesuatu yang menarik. Mengapa? Karena pemuda zaman
sekarang itu buta sejarah. Sebuah pertanyaan besar sebagai bukti yang ditujukan
kepada para pemuda, “Masih adakah yang berminat untuk belajar sejarah?”
Suatu hal yang lumrah jika sesuatu itu tidak menarik sedikit pun,
seseorang enggan untuk memerhatikannya. Begitu pula sejarah, terasa membosankan
sehingga sangat sedikit yang menghiraukannya. Sedangkan ucapan proklamator
kita, “Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah.” Ini berarti bahwa sejarah
merupakan pengalaman berharga yang jangan sampai terlupakan.
Karena sejak dahulu sejarah hanya mengajarkan hafalan tanggal, kita
perlu membenahi apa yang seharusnya kita mendapatkan intinya. Salah satu
caranya adalah dengan menjadikannya sebuah cerita sebab – akibat. Sehingga kita
tahu bahwa dahulu itu begini, dahulu itu seperti itu. Karena konteksnya cerita,
sejarah akan menarik dan mudah diingat. Akibatnya, sejarah akan meresap.
Kemudian, sejarah akan menunjukkan bahwa peristiwa masa lalu itu memiliki
arti penting. Sejarah sangat memengaruhi keadaan saat ini maupun yang akan datang.
Sehingga sejarah akan dianggap penting untuk dipelajari.
Dengan demikian, seseorang memiliki hasrat untuk mempelajari sejarah, lalu
muncul hasrat untuk menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Karena kata pepatah,
“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya.”
Apabila nilai ini tertanam pada setiap pemuda, nasionalisme pasti mengakar kuat
pada pribadi pemuda.
Pemuda, bangkitlah!
Referensi :
Wikipedia, 2016, Khuddam-ul Ahmadiyya, https://en.wikipedia.org/wiki/Khuddam-ul_Ahmadiyya, diakses
pada 25 Agustus 2016
No comments:
Post a Comment