Thursday, August 9, 2018

Filosofi Allah(u) Akbar dalam Sholat


Sholat merupakan salah satu ibadah paling penting dalam Islam. Di mana setidaknya dilaksanakan lima kali dalam sehari sejak pagi hingga malam hari.

Secara esensi, sholat merupakan sebuah do’a yang dialamatkan kepada Allah S.W.T. (Ahmad, 2012). Dari berdiri takbiratul ihram hingga duduk salam dipenuhi dengan do’a dan pujian kepada Allah S.W.T.. Dibalik itu, sholat menyimpan berbagai filosofi yang menggambarkan kehidupan manusia.

Ada yang menarik dalam sholat. Setiap perubahan gerakan
diucapkan takbir – Allah(u) Akbar, yang artinya Allah Maha Besar, kecuali saat i’tidal. Kita mengawali sholat dengan takbiratul ihram, Allah(u) Akbar. Berdiri ke ruku’, berdiri ke sujud, sujud ke duduk, sujud ke berdiri, duduk ke berdiri, semuanya dibarengi dengan Allah(u) Akbar. Banyak sekali Allah(u) Akbar dalam sholat.

Mengapa terdapat banyak Allah(u) Akbar di dalam sholat? Jawabannya adalah supaya kita selalu ingat bahwa hanya Allah S.W.T. yang Maha Besar.

Berdiri dimaknai sebagai keadaan ketika seseorang sedang berjaya, berada pada posisi yang tinggi, di atas angin. Sedangkan dalam keadaan itu, seseorang sangat mudah tergelincir sehingga timbul rasa takabur, berlaku sewenang-wenang, bahkan hingga menindas (jika lebih parah). Dalam posisi berdiri ini kita diingatkan untuk Allah(u) Akbar. Kita ingat bahwa biarpun keadaan kita dalam kejayaan, tidak berhak rasanya untuk merasa takabur, di atas kita masih ada sosok yang lebih jaya, yaitu Allah S.W.T. yang Maha Besar.

Lalu suatu saat keadaan kita jatuh, lebih rendah. Posisi yang awalnya berdiri, kini lebih rendah. Yaitu ruku’. Dalam posisi ini, kita tidak boleh khawatir dan berkecil hati. Karena kita memiliki Allah S.W.T. yang Maha Besar. Allah(u) Akbar.

Bahkan terkadang kita berada pada keadaan yang serendah-rendahnya. Kehidupan duniawi dipenuhi penderitaan (jika parah), keterpurukan, dan sebagainya. Ini dilambangkan oleh sujud. Dalam posisi ini, kita tidak perlu takut, tidak perlu bersedih hati, justru keadaan inilah Allah S.W.T. begitu dekat dengan hambanya. Sesuai dengan hadis berikut (Anonim, 2017),

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقْرَبُ مَا يَكُونُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثِرُوا الدُّعَاءَ

Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sedekat-dekatnya seorang hamba dengan Rabb-nya adalah dalam keadaan dia sujud, maka perbanyaklah doa". (H.R. Muslim)

Dalam kerendahan ini, ketenangan akan diperoleh karena ingat bahwa Allah S.W.T yang Maha Besar selalu ada di sisi kita. Allah(u) Akbar.

Kemudian tiba saatnya kita bangkit dari keterpurukan. Allah(u) Akbar, bangun dari sujud sampai duduk. Kita ingat, bukanlah dengan kekuatan dan kemampuan kita sendiri yang merubah keterpurukan itu. Allah(u) Akbar. Semua itu tidak lain melainkan karunia dari tangan Allah S.W.T. yang Maha Besar.

Belum bangkit dan memperoleh kenyamanan, bisa jadi keadaan menjadi terpuruk lagi. Ini adalah cobaan yang diberikan oleh Allah S.W.T.. Allah(u) Akbar, kita harus selalu ingat bahwa hanya dengan bersandar kepada Allah S.W.T. yang Maha Besar-lah kita pasti bisa melewati ujian ini.

Setelah itu ketika kita benar-benar bangkit, dari keadaan serendah-rendahnya sampai keadaan setinggi-tingginya, kita pun kan selalu ingat, Allah(u) Akbar, bahwa hanya Allah S.W.T.-lah yang memberikan kekuatan kepada kita sehingga bisa berdiri dengan tegap.

Jadi, dalam keadaan apapun, baik itu sedang dalam posisi di atas, menengah, terpuruk, tetap harus ingat bahwa hanya Allah S.W.T. yang Maha Besar. Kita diingatkan hanya Dia-lah yang mengatur semua ini, sehingga kita kan berlaku dengan rendah hati dalam setiap langkah kita menjalani kehidupan ini. Allah(u) Akbar.

Said Ahmad, 9 Agustus 2018

Referensi :
  1. Ahmad, G., 2012, Ajaranku, Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
  2. Anonim, 2017, Kapan Waktu Berdo’a?, https://almanhaj.or.id/2050-kapan-waktu-berdoa.html, diakses pada 9 Agustus 2018.
  3. Mln. Bilal Ahmad Bonyan

No comments: