Saturday, December 3, 2016

Estetika Sejati Islam, antara Ada dan Tiada

Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Mengutip situs berita republika, Indonesia berada pada peringkat pertama negara dengan populasi muslim terbesar di dunia dengan presentase jumlah populasi muslim hingga 12,7 persen dari populasi dunia. Badan Pusat Statistik melaporkan hasil sensus penduduk tahun 2010 bahwa dari kurang lebih 237 juta jiwa, terdapat sekitar 207 juta pemeluk agama Islam. Berarti, sedikitnya 87% penduduk Indonesia adalah muslim.


Akan tetapi, tingginya jumlah tersebut tidak sebanding dengan tingginya kualitas estetika akhlak yang dimiliki, terutama remaja. Kasus-kasus yang terjadi sangat memprihatinkan. Menurut data Neta S
Pane selaku ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) sepanjang tahun 2014 terdapat 38 kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota geng motor, yang mengakibatkan 28 orang tewas dan 24 orang mengalami luka-luka. Seorang ulama asal Kabupaten Pandeglang, KH Tabrizi menilai penyimpangan perilaku terjadi pada kalangan remaja saat ini, karena rendahnya akhlak. Bahkan sejumlah sekolah di Kalimantan menyebut-nyebut gampangnya anak muda terjerumus ke dalam kasus-kasus pergaulan bebas dan kriminal karena rendahnya akhlak.

Saat ini anak-anak muda lebih suka dengan keindahan material daripada keindahan akhlak. Keindahan material ini memiliki cakupan yang luas dalam setiap aspek-aspek kehidupan. Pakaian, bangunan, perangkat, gaya hidup, dan sarana lainnya semuanya materialistik dan menampakkan keindahan yang menggoda anak muda. Tingginya estetika material di zaman modern ini dibalut dengan kemajuan teknologi dan sarana prasarana.

Rasulullah s.a.w. datang membawa agama yang penuh dengan estetika. Bukan hanya mencakup objek-objek yang hanya dinikmati oleh mata jasmani saja, namun juga estetika yang dinikmati oleh mata rohani. Estetika hakiki Islam terletak pada kesempurnaan agama yang mengajarkan kepada seluruh umat manusia tentang akhlak yang mulia. Rasulullah s.a.w. bersabda :

اِنَّمَا بُعِثتُ لاُتَمِمَ مَكَارِمَ الاَخْلاق

“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.” (H.R. Ahmad)

Rasulullah s.a.w. membuktikan sabda tersebut. Kondisi Arab saat itu penuh dengan kejahilan. Saat itu akhlak dan perilaku masyarakat sangat biadab. Bahkan kucingpun menangis melihat akhlak manusia saat itu. Namun dengan segala upaya dan pertolongan Tuhan, beliau berhasil mengubahnya menjadi masyarakat yang ber-Tuhan dan memiliki akhlak yang luhur. Beliau mendapati suatu kaum yang hina seperti sampah, lalu beliau jadikan mereka seperti sebingkai emas murni.

Rasulullah mencontohkan bahwa estetika akhlak tidak dapat berjalan beriringan dengan estetika material. Kehidupan yang beliau jalani sangat sederhana, tidur beralaskan pelepah kurma, makan tidak pernah kenyang, bahkan setiap ada pemberian dari orang lain, beliau berbagi dengan para sahabat. Akan tetapi dalam hidupnya beliau begitu kaya akan estetika akhlak. Beliau sangat baik dan pemaaf terhadap semua orang. Bahkan ketika beliau telah menjadi orang yang berkuasa sekalipun jika ada seseorang yang memperlakukan beliau dengan tidak sopan, beliau tetap melayaninya dan tidak pernah mencoba mengadakan pembalasan.

Terdapat hubungan terbalik antara estetika akhlak dan estetika material. Semakin tinggi kecenderungan terhadap estetika material, kecenderungan terhadap estetika akhlak semakin menurun. Ketika manusia cenderung kepada estetika material, ia akan berusaha memenuhi kepuasan nafsu. Tidak cukup sampai di sini, ia masih belum puas, sehingga ia berusaha naik ke tingkat kepuasan yang lebih tinggi. Terus-menerus itu dilakukan sehingga dirinya dipenuhi dengan kepuasan nafsu. Saat ia sibuk memenuhi kepuasan nafsu, akhlak tidak diperhatikan.


Cakupan estetika dalam Islam sangat luas. Estetika sejati menurut Islam adalah estetika akhlak. Namun saat ini masyarakat Islam sendiri terutama di Indonesia jauh dari estetika akhlak yang seharusnya menjadi nilai terdepan seorang muslim. Karena di zaman modern ini estetika material nampak menggoda, estetika akhlak manusia menjadi tercemar. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim sejati kita harus membentengi diri dalam menikmati estetika material agar estetika sejati Islam tetap terjaga.



Referensi :

Badan Pusat Statistik, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia


No comments: