Senin, 17 Oktober 2016

Prof. Abdus Salam

Muhammad Abdus Salam lahir di Jhang, Punjab, sebuah kota kecil di Pakistan, pada tanggal 29 Januari 1926. Ayahnya ialah pegawai dalam Dinas Pendidikan dalam daerah pertanian. Keluarga Abdus Salam mempunyai tradisi pembelajaran dan alim.

Prof. Abdus Salam

Ia besar dalam dua kehidupan yang berbeda dan bertolak belakang. Di satu sisi, dia menjadi manusia yang sangat taat pada agama dan menemukan pembenaran di dalam Alquran yang senantiasa mengilhami dasar pikiran karya keilmiahannya. Pada sisi lain, ia adalah seorang politisi yang menjunjung tinggi asas kemuliaan serta
sama sekali tak merendahkan politisi yang mempraktekkan real politic untuk memperoleh kekuasaan.

Pada tingkat persiapan di usia 14 tahun, Salam membuat sensasi nasional sebagai pemegang nilai tertinggi dalam sejarah Universitas Punjab, Lahore, Pakistan.

Pada usia 22 tahun, Salam dinobatkan sebagai professor matematika pada sebuah universitas di Pakistan. Ia bisa melanjutkan pendidikan di Universitas Cambridge, Inggris, pada tahun 1946 –  seusai Perang Dunia Kedua karena prestasinya sebagai satu dari lima sarjana terbaik – dengan mendorong seorang politisi India memberikan beasiswa. Di Universitas terbaik Inggris ini, khusus untuk pelajaran matematika ia meraih nilai rata-raa 10 di St. John’s College, Cambridge. Salam menjadi seorang wrangler, gelar tradisional Cambridge untuk sarjana matematika kelas satu. Ia kemudian membelokkan studi dari matematika ke fisika. Ia menggondol PhD-nya pada usia 26 tahun.

Di tahun 1951, seusai menggondol PhD-nya pada usia 26, Salam meninggalkan almamater University of Cambridge, menuju tanah air yang tiga tahun sebelumnya memproklamirkan diri sebagai Pakistan. Pemerintah Pakistan mengangkat pemuda dari keluarga menengah bawah ini sebagai Profesor di Government College, Lahore. Bersamaan dengan itu, ia juga diangkat sebagai Kepala Departemen Matematika Universitas Punjab. Namun, di negeri kelahirannya ini, Salam tidak menemukan tradisi kerja dan riset post-graduate. Tak ada jurnal, tak ada kesempatan untuk menghadiri konferensi.

Setelah bertahan di Lahore selama tiga tahun, Salam terpaksa mengakui: segenap situasi umum masyarakat Pakistan waktu itu sangat tidak mendukung kemungkinan keberlanjutan riset-riset fisika. Salam tersudut pada satu dilema tragis: fisika atau Pakistan. Pada tahun 1954, Salam kembali ke Cambridge, menjemput tawaran mengajar dan riset yang sudah lama diberikan. Terpanggang oleh ketakbahagiaannya meninggalkan negerinya, Salam selalu mencari jalan agar orang-orang seperti dirinya yang berasal dari dunia ketiga, dapat terus bekerja di negerinya masing-masing, namun tetap berpeluang lebar untuk menjadi ilmuwan peringkat puncak. Salam sangat yakin, seperti halnya negara-negara maju, negeri-negeri berkembang pun butuh ilmuwan yang bagus, yang tentunya tertata dalam sistem universitas.

Berhubung bakatnya begitu minim di laboratorium, ia memilih fisika teori. Dan sebagai muslim, Salam sangat gundah terhadap kerangka pemikiran parsial para fisikawan yang bertahan berkembang hingga tahun 1960-an. Dengan fisika teori, ia menguak rahasia zarah elementer yang menyusun alam semesta dan mendapat Nobel Fisika tahun 1979 bersama Steven Weinberg dan Shaldon Lee Glashow.
Penghargaan Nobel itu didasarkan atas jasanya dalam mengubah konsepsi tentang gaya-gaya. Salam termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para fisikawan dalam melihat kelima gaya dasar yang berperan di alam ini : gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan proton dan neutron tetap berdekatan, serta gaya lemah yang bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi peluruhan inti radioaktif. Yang jarang diketahui orang, beberapa tahun sebelum penyusunan teori medan terpadu di atas, Salam sudah nyaris mendapat hadiah Nobel untuk teori dua komponen neutrino.

Salam dengan sukses menunjukkan pada dunia bahwa gaya nuklir lemah tidak terlalu berbeda dengan gaya elektromagnetik dan keduanya bisa saling berkaitan satu sama lain, tak hanya itu kontribusinya di dunia partikel. Ia juga memecahkan makalah Peter Higgs dan François Englert pada tahun 1964, Steven Weinberg dan Salam adalah yang pertama menerapkan mekanisme Higgs ke simetri elektro untuk memecahkan interaksi antara boson skalar dan teori simetri elektrolemah.

Melalui serangkaian riset, Salam memadukan gaya-gaya dalam satu formula yang disebut Unifying the Forces. Menurut teori itu, arus lemah dalam inti atom diagen oleh tiga partikel yang masing-masing memancarkan arus atau gaya kuat. Konsep baru ini ia paparkan bersama rekannya dalam forum ilmiah internasional 1967. Teori itu, kini sudah mencapai status touchstone dan disebut sebagai model standar fisika partikel.

Eksistensi tiga partikel itu telah dibuktikan secara eksperimen pada tahun1983 oleh tim riset yang dipimpin Carlo Rubia – direktur CERN (Cetre European de Recherche Nucleaire) di Jenewa, Swiss. Ternyata, rintisan Salam itu kemudian mengilhami para fisikawan lain ketika mengembangkan teori-teori kosmologi mutakhir seperti Grand Theory yang dicanangkan oleh ilmuwan Amerika Serikat dan Theory of Everything-nya Stephen Hawking. Melalui dua teori itulah, para fisikawan dan kosmologi dunia kini berambisi untuk menjelaskan rahasia penciptaan alam semesta dalam satu teori tunggal yang utuh.

Karena kecerdasannya yang luar biasa, Salam pernah dipanggil pulang ke negerinya, lalu diangkat menjadi ketua penasihat keilmuan bagi Presiden Ayub Khan selama 11 tahun hingga 1974. Peran tersebut ia akhiri dengan mengundurkan diri pada tahun itu semasa pemerintahan Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto.

Pada tahun 1983, Salam kemudian mendirikan dan menjadi presiden The Third World Academy of Sciences, dan presiden pertama The Third World Network of Scientific Orgranizations (1988). Ia kerap menjadi juru bicara bagi dunia ketiga bagi perkembangan sains.

Prof. M.A. Jaswon dari The City Univercity, London, dalam pidato penganugerahan doctor honoris causa kepada Salam pada tanggal 1 Desember 1986 menyebutkan Salam sebagai manusia dari tiga dunia : dunia fisika teori, dunia kerja sama internasional, dan dunia Islam.

Salam menjadi guru besar fisika teori di Imperial College of Science and Technology London (1957-1993). Karya besarnya di luar fisika substansial adalah mendirikan Pusat Fisika Teori Internasional (ICTP, International Centre for Theoretical Physics) di Trieste, Italia, pada tahun 1964. Sejak itu, Salam menjadi direktur lembaga tersebut sampai tahun 1993. Di tempat ini ia berusaha keras mendidik ilmuwan-ilmuwan muda.

Profesor Salam menjadi anggota kehormatan di puluhan akademi ilmu pengetahuan berbagai Negara. Ilmuwan besar ini menerima 40 anugerah ilmu pengetahuan dari berbagai Negara dan lembaga internasional. Antara lain dari Universitas Edinburgh (1971), Universitas Trieste (1979), Universitas Islamabad (1979), dan universitas bergengsi di Peru, India, Polandia, Yordania, Venezuela, Turki, Filipina, Cina, Swedia, Belgia, dan Rusia. Ia juga menjadi anggota Komite Sains PBB dan anggota kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional 35 negara di Asia, Afrika, Eropa, dan Amerika.

Abdus Salam tergolong duta Islam yang baik. Sebagai contoh, dalam pidato penganugerahan Nobel Fisika di Karolinska Institute, Swedia, beliau mengawalinya dengan ucapan basmalah. Di situ ia mengaku bahwa riset itu didasari oleh keyakinan terhadap kalimat tauhid. “Saya berharap Unifying the Forces dapat memberi landasan ilmiah terhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa,” kata penulis 250 makalah ilmiah fisika itu.

Dalam makalah Faith and Science, Salam menegaskan bahwa pemahaman sains masa kini sesungguhnya tidak bertabrakan dengan pemikiran metafisika dalam pemahaman agama. “Masalah itu setidaknya tidak akan terjadi dalam Islam.” Konsep kosmologi modern yang sedang dikembangkan untuk memahami teori penciptaan alam semesta, menurutnya, kini dapat dipahami semakin dekat dengan konsep penciptaan yang diisyaratkan Al-Qur’an.

Terkesan oleh penekanan Al-Qur’an terhadap dorongan untuk mencari pengetahuan, Salam pernah diminta pendapatnya. Dalam salah satu artikel ia menulis :

Menurut pendapat Dr. Mohammed Aijazul Khatib dari Universitas Damaskus, Al-Qur’an amat menekankan pentingnya ilmu pengetahuan karena “Jika terdapat 250 ayat yang mengandung ajaran syariah, ada sekitar 750 ayat Al-Qur’an yang mendorong para mukminin untuk mempelajari alam, merenunginya dan memanfaatkan logika sebaik mungkin serta menjadikan upaya ilmiah sebagai bagian integral dari kehidupan umat.” Rasulullah s.a.w. bersabda bahwa, “Merupakan kewajiban bagi setiap muslim, pria maupun wanita, untuk memperoleh pengetahuan.”

“Saya muslim karena saya percaya dengan pesan spiritual Al-Qur’an. Al-Qur’an banyak membantu saya dalam memahami Hukum Alam, dengan contoh-contoh fenomena kosmologi, biologi dan kedokteran sebagai tanda bagi seluruh manusia,” kata Abdus Salam dalam satu siding UNESCO di Paris, 1984.

Salam memadukan puisi, sastra, fisika, dan matematika dalam hidupnya. Karena ia mencintai rasionalitas dan keindahan. Salah saut kegemarannya ialah membaca karya Omar Khayam. Ia pun tak merasa ada pertentangan antara sains dengan agama yang ia anut. Baginya, sembari mengutip Carl Jung, “Setiap orang membutuhkan agama.” Dan, apa yang ia pelajari memperkuat religiusitasnya.

Setelah sekian lama menderita Parkinson, satu-satunya warga Pakistan penerima Nobel – fisikawan teori Abdus Salam – meninggal dunia pada hari Kamis, 21 November 1996 di Oxford, Inggris, Britania Raya, pada usia 70 tahun. Ia dimakamkan di tanah air yang teramat sangat dicintainya. Salam meninggalkan seorang istri, dua putra dan empat putri.

Demikianlah Salam sebagai penerus ilmuwan muslim seribu tahun yang silam. Nama besarnya ikut mengangkat derajat dunia Islam. Selain prestasinya yang luar biasa di bidang fisika, pribadi yang berhati besar seperti memikirannya ini menjadi orang terdepan dalam hal kerja sama internasional dan kepedulian akan perkembangan sains bagi dunia ketiga. Beliau telah menyatakan dengan tegas bahwa harga diri suatu umat kini tergantung pada penciptaan prestasi ilmiah dan teknologis.



Referensi :

Anonim, 2016, Abdus Salam, https://id.wikipedia.org/wiki/Abdus_Salam, diakses pada 8 September 2016.
Ahmad M. T., 2014, Wahyu Rasionalitas Pengetahuandan Kebenaran, Neratja Press, Jakarta.
Anonim, 2003, Abdus Salam, http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1063087556, diakses pada 8 September 2016.
Anonim, 1996, Abdus Salam, Nobelis Fisika Itu Pun Pergi, http://www.alislam.org/library/articles/salam-21.htm, diakses pada 8 September 2016.
Anonim, 1996, Abdus Salam, Satu Duta, Tiga Dunia, http://www.alislam.org/library/articles/salam-23.htm, diakses pada 8 September 2016.
Anonim, 1996, Fisikawan Abdus Salam Meninggal, http://www.alislam.org/library/articles/salam-22.htm, diakses pada 8 September 2016.
Arsuka N. A., 1996, Prof Abdus Salam, Harga Diri Seorang Muslim, http://www.alislam.org/library/articles/salam-24.htm, diakses pada 8 September 2016.

Tidak ada komentar: