Muhammad
Abdus Salam lahir di Jhang, Punjab, sebuah kota kecil di Pakistan, pada tanggal
29 Januari 1926. Ayahnya ialah pegawai dalam Dinas Pendidikan dalam daerah
pertanian. Keluarga Abdus Salam mempunyai tradisi pembelajaran dan alim.
Prof. Abdus Salam |
Ia
besar dalam dua kehidupan yang berbeda dan bertolak belakang. Di satu sisi, dia
menjadi manusia yang sangat taat pada agama dan menemukan pembenaran di dalam
Alquran yang senantiasa mengilhami dasar pikiran karya keilmiahannya. Pada sisi lain, ia adalah seorang politisi yang menjunjung tinggi
asas kemuliaan serta
sama sekali tak merendahkan politisi yang mempraktekkan real politic untuk memperoleh kekuasaan.
sama sekali tak merendahkan politisi yang mempraktekkan real politic untuk memperoleh kekuasaan.
Pada
tingkat persiapan di usia 14 tahun, Salam membuat sensasi nasional sebagai
pemegang nilai tertinggi dalam sejarah Universitas Punjab, Lahore, Pakistan.
Pada usia
22 tahun, Salam dinobatkan sebagai professor matematika pada sebuah universitas
di Pakistan. Ia bisa melanjutkan pendidikan di Universitas Cambridge, Inggris,
pada tahun 1946 – seusai Perang Dunia
Kedua karena prestasinya sebagai satu dari lima sarjana terbaik – dengan
mendorong seorang politisi India memberikan beasiswa. Di Universitas terbaik
Inggris ini, khusus untuk pelajaran matematika ia meraih nilai rata-raa 10 di
St. John’s College, Cambridge. Salam menjadi seorang wrangler, gelar tradisional Cambridge untuk sarjana matematika
kelas satu. Ia kemudian membelokkan studi dari matematika ke fisika. Ia
menggondol PhD-nya pada usia 26 tahun.
Di tahun 1951, seusai menggondol PhD-nya pada usia 26, Salam
meninggalkan almamater University of Cambridge, menuju tanah air yang tiga
tahun sebelumnya memproklamirkan diri sebagai Pakistan. Pemerintah Pakistan
mengangkat pemuda dari keluarga menengah bawah ini sebagai Profesor di
Government College, Lahore. Bersamaan dengan itu, ia juga diangkat
sebagai Kepala Departemen Matematika Universitas Punjab. Namun, di negeri
kelahirannya ini, Salam tidak menemukan tradisi kerja dan riset post-graduate.
Tak ada jurnal, tak ada kesempatan untuk menghadiri konferensi.
Setelah bertahan
di Lahore selama tiga tahun, Salam terpaksa mengakui: segenap situasi umum
masyarakat Pakistan waktu itu sangat tidak mendukung kemungkinan keberlanjutan
riset-riset fisika. Salam tersudut pada satu dilema tragis: fisika atau Pakistan.
Pada tahun 1954, Salam kembali ke Cambridge, menjemput tawaran mengajar dan
riset yang sudah lama diberikan. Terpanggang oleh ketakbahagiaannya meninggalkan negerinya,
Salam selalu mencari jalan agar orang-orang seperti dirinya yang berasal dari
dunia ketiga, dapat terus bekerja di negerinya masing-masing, namun tetap
berpeluang lebar untuk menjadi ilmuwan peringkat puncak. Salam sangat yakin,
seperti halnya negara-negara maju, negeri-negeri berkembang pun butuh ilmuwan
yang bagus, yang tentunya tertata dalam sistem universitas.
Berhubung
bakatnya begitu minim di laboratorium, ia memilih fisika teori. Dan sebagai
muslim, Salam sangat gundah terhadap kerangka pemikiran parsial para fisikawan
yang bertahan berkembang hingga tahun 1960-an. Dengan fisika teori, ia menguak
rahasia zarah elementer yang menyusun alam semesta dan mendapat Nobel Fisika
tahun 1979 bersama Steven Weinberg dan Shaldon Lee Glashow.
Penghargaan
Nobel itu didasarkan atas jasanya dalam mengubah konsepsi tentang gaya-gaya.
Salam termasuk orang pertama yang mengubah pandangan parsialisme para fisikawan
dalam melihat kelima gaya dasar yang berperan di alam ini : gaya listrik, gaya
magnet, gaya gravitasi, gaya kuat yang menahan proton dan neutron tetap
berdekatan, serta gaya lemah yang bertanggung jawab terhadap lambatnya reaksi
peluruhan inti radioaktif. Yang jarang diketahui orang, beberapa tahun
sebelum penyusunan teori medan terpadu di atas, Salam sudah nyaris mendapat
hadiah Nobel untuk teori dua komponen neutrino.
Salam
dengan sukses menunjukkan pada dunia bahwa gaya nuklir lemah tidak terlalu
berbeda dengan gaya elektromagnetik dan keduanya bisa saling berkaitan satu
sama lain, tak hanya itu kontribusinya di dunia partikel. Ia juga memecahkan
makalah Peter Higgs dan François Englert pada tahun 1964, Steven Weinberg dan
Salam adalah yang pertama menerapkan mekanisme Higgs ke simetri elektro untuk
memecahkan interaksi antara boson skalar dan teori simetri elektrolemah.
Melalui
serangkaian riset, Salam memadukan gaya-gaya dalam satu formula yang disebut Unifying the Forces. Menurut teori itu,
arus lemah dalam inti atom diagen oleh tiga partikel yang masing-masing
memancarkan arus atau gaya kuat. Konsep baru ini ia paparkan bersama rekannya
dalam forum ilmiah internasional 1967. Teori itu, kini sudah mencapai status touchstone dan disebut sebagai model standar fisika partikel.
Eksistensi
tiga partikel itu telah dibuktikan secara eksperimen pada tahun1983 oleh tim
riset yang dipimpin Carlo Rubia – direktur CERN (Cetre European de Recherche Nucleaire) di Jenewa, Swiss. Ternyata,
rintisan Salam itu kemudian mengilhami para fisikawan lain ketika mengembangkan
teori-teori kosmologi mutakhir seperti Grand
Theory yang dicanangkan oleh ilmuwan Amerika Serikat dan Theory of Everything-nya Stephen
Hawking. Melalui dua teori itulah, para fisikawan dan kosmologi dunia kini
berambisi untuk menjelaskan rahasia penciptaan alam semesta dalam satu teori
tunggal yang utuh.
Karena
kecerdasannya yang luar biasa, Salam pernah dipanggil pulang ke negerinya, lalu
diangkat menjadi ketua penasihat keilmuan bagi Presiden Ayub Khan selama 11
tahun hingga 1974. Peran tersebut ia akhiri dengan mengundurkan diri pada tahun
itu semasa pemerintahan Perdana Menteri Zulfikar Ali Bhutto.
Pada tahun
1983, Salam kemudian mendirikan
dan menjadi presiden The Third World
Academy of Sciences, dan presiden pertama The Third World Network of Scientific Orgranizations (1988). Ia kerap menjadi juru bicara bagi
dunia ketiga bagi perkembangan sains.
Prof. M.A.
Jaswon dari The City Univercity, London, dalam pidato penganugerahan doctor
honoris causa kepada Salam pada tanggal 1 Desember 1986 menyebutkan Salam
sebagai manusia dari tiga dunia : dunia fisika teori, dunia kerja sama
internasional, dan dunia Islam.
Salam
menjadi guru besar fisika teori di Imperial College of Science and Technology
London (1957-1993). Karya besarnya di luar fisika substansial adalah mendirikan
Pusat Fisika Teori Internasional (ICTP, International
Centre for Theoretical Physics) di Trieste, Italia, pada tahun 1964. Sejak
itu, Salam menjadi direktur lembaga tersebut sampai tahun 1993. Di tempat ini
ia berusaha keras mendidik ilmuwan-ilmuwan muda.
Profesor
Salam menjadi anggota kehormatan di puluhan akademi ilmu pengetahuan berbagai
Negara. Ilmuwan besar ini menerima 40 anugerah ilmu pengetahuan dari berbagai
Negara dan lembaga internasional. Antara lain dari Universitas Edinburgh
(1971), Universitas Trieste (1979), Universitas Islamabad (1979), dan
universitas bergengsi di Peru, India, Polandia, Yordania, Venezuela, Turki,
Filipina, Cina, Swedia, Belgia, dan Rusia. Ia juga menjadi anggota Komite Sains
PBB dan anggota kehormatan Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional 35 negara di Asia,
Afrika, Eropa, dan Amerika.
Abdus Salam
tergolong duta Islam yang baik. Sebagai contoh, dalam pidato penganugerahan
Nobel Fisika di Karolinska Institute, Swedia, beliau mengawalinya dengan ucapan
basmalah. Di situ ia mengaku bahwa riset itu didasari oleh keyakinan terhadap
kalimat tauhid. “Saya berharap Unifying
the Forces dapat memberi landasan ilmiah terhadap keyakinan adanya Tuhan
Yang Maha Esa,” kata penulis 250 makalah ilmiah fisika itu.
Dalam
makalah Faith and Science, Salam
menegaskan bahwa pemahaman sains masa kini sesungguhnya tidak bertabrakan
dengan pemikiran metafisika dalam pemahaman agama. “Masalah itu setidaknya
tidak akan terjadi dalam Islam.” Konsep kosmologi modern yang sedang
dikembangkan untuk memahami teori penciptaan alam semesta, menurutnya, kini
dapat dipahami semakin dekat dengan konsep penciptaan yang diisyaratkan Al-Qur’an.
Terkesan
oleh penekanan Al-Qur’an terhadap dorongan untuk mencari pengetahuan, Salam
pernah diminta pendapatnya. Dalam salah satu artikel ia menulis :
Menurut
pendapat Dr. Mohammed Aijazul Khatib dari Universitas Damaskus, Al-Qur’an amat
menekankan pentingnya ilmu pengetahuan karena “Jika terdapat 250 ayat yang
mengandung ajaran syariah, ada sekitar 750 ayat Al-Qur’an yang mendorong para
mukminin untuk mempelajari alam, merenunginya dan memanfaatkan logika sebaik
mungkin serta menjadikan upaya ilmiah sebagai bagian integral dari kehidupan
umat.” Rasulullah s.a.w. bersabda bahwa, “Merupakan kewajiban bagi setiap
muslim, pria maupun wanita, untuk memperoleh pengetahuan.”
“Saya
muslim karena saya percaya dengan pesan spiritual Al-Qur’an. Al-Qur’an banyak
membantu saya dalam memahami Hukum Alam, dengan contoh-contoh fenomena
kosmologi, biologi dan kedokteran sebagai tanda bagi seluruh manusia,” kata
Abdus Salam dalam satu siding UNESCO di Paris, 1984.
Salam
memadukan puisi, sastra, fisika, dan matematika dalam hidupnya. Karena ia
mencintai rasionalitas dan keindahan. Salah saut kegemarannya ialah membaca
karya Omar Khayam. Ia pun tak merasa ada pertentangan antara sains dengan agama
yang ia anut. Baginya, sembari mengutip Carl Jung, “Setiap orang membutuhkan
agama.” Dan, apa yang ia pelajari memperkuat religiusitasnya.
Setelah
sekian lama menderita Parkinson, satu-satunya warga Pakistan penerima Nobel –
fisikawan teori Abdus Salam – meninggal dunia pada hari Kamis, 21 November 1996
di Oxford, Inggris, Britania Raya, pada usia 70 tahun. Ia dimakamkan di tanah
air yang teramat sangat dicintainya. Salam meninggalkan seorang istri, dua
putra dan empat putri.
Demikianlah Salam sebagai penerus ilmuwan muslim
seribu tahun yang silam. Nama besarnya ikut mengangkat derajat dunia Islam.
Selain prestasinya yang luar biasa di bidang fisika, pribadi yang berhati besar
seperti memikirannya ini menjadi orang terdepan dalam hal kerja sama
internasional dan kepedulian akan perkembangan sains bagi dunia ketiga. Beliau
telah menyatakan dengan tegas bahwa harga diri suatu umat kini tergantung pada
penciptaan prestasi ilmiah dan teknologis.
Referensi :
Anonim,
2016, Abdus Salam, https://id.wikipedia.org/wiki/Abdus_Salam, diakses
pada 8 September 2016.
Ahmad M.
T., 2014, Wahyu Rasionalitas Pengetahuandan Kebenaran, Neratja Press, Jakarta.
Anonim,
2003, Abdus Salam, http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?cetakartikel&1063087556, diakses
pada 8 September 2016.
Anonim,
1996, Abdus Salam, Nobelis Fisika Itu Pun Pergi, http://www.alislam.org/library/articles/salam-21.htm, diakses
pada 8 September 2016.
Anonim,
1996, Abdus Salam, Satu Duta, Tiga Dunia, http://www.alislam.org/library/articles/salam-23.htm, diakses
pada 8 September 2016.
Anonim,
1996, Fisikawan Abdus Salam Meninggal, http://www.alislam.org/library/articles/salam-22.htm, diakses
pada 8 September 2016.
Arsuka N.
A., 1996, Prof Abdus Salam, Harga Diri Seorang Muslim, http://www.alislam.org/library/articles/salam-24.htm, diakses
pada 8 September 2016.
No comments:
Post a Comment