Wednesday, June 21, 2017

Lagu Lir-ilir dan Nubuwatan Terselubung

Lir-ilir, lir-ilir, tandure wes sumilir
(Bangunlah, bangunlah, tanaman sudah bersemi)
Tak ijo royo-royo, tak sengguh temanten anyar
(Demikian menghijau dikira pengantin baru)

Cah angon, cah angon, penekno blimbing kuwi
(Anak gembala, anak gembala, panjatlah (pohon) belimbing itu)
Lunyu-lunyu penekno kanggo mbasuh dodotiro
(Walaupun licin, tetaplah kau panjat untuk membasuh pakaian)

Dodotiro, dodotiro, kumitir bedah ing pinggir
(Pakaian, pakaian, terkoyak-koyak di bagian samping)
Dondomono, jlumatono, kanggo sebo mengko sore
(Jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore)

Mumpung pandhang rembulane, mumpung jembar kalangane
(Mumpung bulan bersinar terang, mumpung banyak waktu luang)
Yo surako surak hiyo
(Bersoraklah dengan sorakan iya)

Lir-ilir merupakan lagu ciptaan Raden Said pada abad ke-14. Raden Said merupakan salah satu
anggota Walisongo yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kalijaga yang melakukan dakwah dan menyebarkan agama Islam di pulau Jawa bagian timur.

Sebagaimana lagu-lagu pada umumnya, lagu Lir-ilir memiliki makna filosofis di balik kata-katanya. Sunan Kalijaga sebagai seorang ahli agama pasti menciptakan lagu ini dengan makna-makna yang berhubungan dengan ajaran agama (terutama agama Islam). Sumber referensi seperti buku maupun internet pada umumnya mengungkapkan makna lagu ini dalam konteks ajaran agama yang mengedepankan nilai-nilai luhur untuk kehidupan yang lebih baik. Dan ternyata, ada makna lain yang terkandung di dalam syair ini.

Sumber referensi umum menjelaskan bahwa lagu Lir-ilir memiliki makna pesan untuk membangun dan memelihara diri di dunia ini demi kebahagiaan hari esok. Syair ini mengandung pesan moral yang sarat dengan nilai-nilai religius, tanggung jawab, kedisiplinan, kerja keras, dan pantang menyerah. Referensi lain menyebutkan bahwa maksud lagu ini berkenaan tentang agama Islam yang semakin tersiar dan begitu menarik, di mana disarankan kepada orang-orang untuk segera masuk ke dalam agama Islam supaya keagamaannya dapat diperbaiki selagi masih hidup dan ada kesempatan bertobat karena agama yang dianut pada saat itu dianggap sudah rusak.

Nah, apa pendapat anda bahwa ternyata lagu ini menyimpan ajaran agama yang berkenaan dengan nubuwatan? Syair ini dapat ditafsirkan untuk mendapatkan gagasan tersirat yang terkandung di dalamnya. Tidak hanya menghasilkan tafsiran tentang nilai-nilai luhur, tapi juga keadaan dan sosok yang telah dijanjikan. Mari kita meng-kaji makna lagu ini lebih dalam!

Bangunlah, tanaman sudah bersemi. Tanaman dalam hal ini mengandung makna peradaban. Lagu ini diawali dengan pesan untuk bangun yakni untuk sadarkan diri ketika tiba zaman di mana peradaban manusia tengah berkembang.

Demikian menghijau dikira pengantin baru. Hijau memiliki maksud warna Islam. Dikira pengantin baru adalah suatu ungkapan keheranan. Mengenai ini kita dapat mencoba melihat dari pengalaman sehari-hari ketika berlangsung suatu pernikahan. Apabila pengantin baru muncul, mereka membuat heran siapapun yang melihatnya lantaran begitu tampan dan cantiknya mereka. Baris lagu ini tersirat gagasan bahwa akan muncul wajah Islam yang membuat heran setiap orang.

Baris selanjutnya menerangkan seorang pemelihara yang akan mennggapai bintang surayya. Anak gembala panjatlah (pohon) belimbing itu. Seorang pengembala adalah seorang pemelihara dan penjaga, di mana umumnya ia berurusan dengan ternak. Lalu, belimbing menandakan sebuah bintang, karena belimbing memiliki penampang yang menyerupai visualisasi bintang yang sangat dikenal oleh setiap orang.

Gambar 1 (Penampang Belimbing)
sumber : www.faunadanflora.com

Mengenai bintang tersebut, mari kita meninjau sebuah hadistt Nabi s.a.w. berikut :

عن ابي هريرة رضيالله عنه قال كنّا جلوسًا عند النّبيّ صلعم انزلت عليه سورة الجمعة واخرين منهم قيل من هم يا رسول الله فلم يراجعه حتّي سأل ثلاثا وفينا سلمان الفارسيّ ووضع رسول الله صلعم يده علي سلمان ثمّ قال لوكان الأيمان عند الثّريّالناله رجالٌ او رجلٌ من هؤلاء

“Abu Hurairah r.a. menerangkan, kami sedang duduk-duduk dekat Nabi s.a.w. ketika surah Al-Jumu’ah diturunkan kepada beliau s.a.w.. Sahabat-sahabat bertanya siapakah yang dimaksud dengan wa aakhoriina minhum di dalam ayat itu. Beliau tidak menjawab hingga para sahabat bertanya sampai tiga kali. Di antara kami terdapat seorang bernama Salman dari Persia. Kemudian Rasulullah s.a.w. meletakkan tangan beliau di atas pundak Salman seraya bersabda, ‘Jika iman telah terbang ke bintang surayya, beberapa orang laki-laki atau seorang laki-laki dari antara orang-orang ini akan mengambilnya kembali.”
(H.R. Bukhari dalam Shahih-nya, dan dalam Tafsir Ibnu Katsir, jld. IV, p. 362, terbitan Sulaiman Mar’i, Singapura)

Kalimat ini memang sepertinya merujuk kepada hadist tersebut. Dengan demikian, anak gembala ini akan menggapai dan mengambil kembali iman yang telah terbang ke bintang surayya.

Walaupun licin, tetaplah kau panjat untuk membasuh pakaian. Dalam kenyataannya, kehidupan ini penuh dengan duri-duri cobaan dan tantangan, tidak mulus. Anak gembala ini akan menghadapi berbagai macam rintangan di dunia ini dalam menggapai dan mengambil bintang surayya. Ia melakukan semua itu demi menyucikan pakaian taqwa. Rasulullah s.a.w. bersabda :

الإيمان عريان، ولباسه التقوى، وزينته الحياء

“Iman itu telanjang, sementara pakaiannya adalah taqwa, dan perhiasannya adalah malu."

Pada syair ini memang tepat sekali bahwa pakaian memiliki makna pakaian taqwa. Mengapa pakaian taqwa tersebut perlu disucikan? Mari menuju pembahasan baris selanjutnya.

Pakaian, pakaian, terkoyak-koyak di bagian samping. Inilah mengapa pakaian taqwa tersebut perlu disucikan. Ketaqwaan manusia ketika tiba zaman itu telah sedemikian rusak seakan-akan pakaian terkoyak-koyak di bagian samping. Oleh karena itu, jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore. Tugas anak gembala ini ialah membenahi dan mengembalikan kembali ketaqwaan yang hakiki sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w.. Yang nantinya untuk menghadap keadaan yang menuju kegelapan (sore). Artinya keadaan ruhani manusia terlihat gelap, yang ditandai dengan kerusakan moral, perpecahan, banyak bermunculan fitnah dan kejahatan; walaupun zaman itu peradaban manusia telah berkembang yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Lalu, yang cukup bisa ditangkap ialah bahwa kegelapan ruhani merupakan tanda akhir zaman. Mari kita tinjau sabda berikut :

عن علي ابن أبي طالب عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : ياتي على الناس زمان لا يبقى من الإسلام إلااسمه ولا من الدين إلا رسمه  ولا من القرأن إلا درسه يعمرون مساجدهم وهي خراب عن ذكر الله أشر ذالك الزمان علماؤهم منهم تخرج الفتنة وإليهم تعود وهؤلاء علامة القيامة (زبدة الواعظين)

“Dari Ali ibnu Abi Thalib dari Nabi s.a.w. beliau bersabda: “Akan datang kepada umat manusia zatu zaman dimana Islam tinggal namanya, agama tinggal tulisannya, al-Qur’an tinggal pelajarannya, mereka meramaikan/menghuni masjid – masjidnya, tetapi hati mereka kosong, jauh dari ingat kepada Allah. Sejelek –jelek/seburuk-buruk orang di zaman itu adalah ulama – ulama mereka. Dari mereka munculnya fitnah, dan kepada mereka fitnah itu kembali, dan itu semua adalah tanda – tanda kiamat.”
(Zubdatul Wa’idzin)

Pada saat kegelapan ruhani itu terjadi, sosok Islam yang nampak mengherankan ini bersinar terang bagaikan bulan yang menerangi kegelapan malam. Pernahkah anda merasakan sinar cahaya yang dipantulkan oleh bulan? Ia tidak menyengat, namun adem dan menyejukkan. Begitu pula sosok Islam yang muncul ini, adalah Islam yang mengedepankan belas kasih, kelembutan, dan kecintaan, bukan kekerasan yang ditonjolkan. Ini juga bisa menjadi alasan mengapa Sunan Kalijaga menaruh kata rembulan (bulan) dalam lagu ini dan bukannya matahari. Jadi, sosok Islam yang lembut akan bersinar di tengah kegelapan ruhani bagaikan bulan menerangi malam, mumpung bulan bersinar terang.

Mumpung banyak waktu luang. Selagi masih ada waktu. Apa yang harus kita lakukan selagi masih ada waktu dalam hidup kita? Bersoraklah dengan sorakan iya. Yakni menerima kemunculannya.

Yang menjadi pertanyaan paling krusial adalah siapakah anak gembala ini? Sosok Islam yang mana yang dimaksud? Apakah keduanya telah hadir di dunia ini yang mana telah sekian lama sejak abad ke-14 Sunan Kalijaga wafat? Sunan Kalijaga memang adalah seorang ahli agama, di mana ia sangat dimungkinkan mengetahui sebuah nubuwatan tentang kedatangan anak gembala dan sosok Islam itu. Tidak hanya dikabarkan dari kitab-kitab agama Islam saja, melainkan juga dijelaskan dalam kitab-kitab agama lain (saat ini belum dijelaskan kecuali ada permintaan khusus).

Sebagai seorang yang memiliki Tuhan, silahkan tanyakan sendiri kepada-Nya, berdoalah, Dia pasti menjawab melalui berbagai jalan dan perantara-Nya. Allahu a'lam(u). "Hanya Allah SWT yang lebih Mengetahui". Mari kita sadari, lir-ilir, mencari, dan menerima, bersoraklah dengan sorakan iya.

Referensi :

Anonim, Lir-ilir, https://id.wikipedia.org/wiki/Lir-ilir, diakses pada 17 Juni 2017.
Anonim, Lir-ilir, https://www.jaist.ac.jp/~rac/pub/kanigara/id/Home/lirilir.htm, diakses pada 18 Juni 2017.
Anonim, Surat Al-A’raf Ayat 26, https://tafsirq.com/7-al-araf/ayat-26, diakses pada 21 Juni 2017.
Cheema M. A., 2007, Tiga Masalah Penting, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, Bogor.
Kusumarini N, Lir-ilir dan Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa, Semarang.

Inspirasi :

Ir. Ahmad Saifudin Muttaqi

Link yang serupa :

https://www.alislam.org/ http://ahmadiyah.id/ http://warta-ahmadiyah.org/ http://rajapena.org/

No comments: